(Image by Pixelci on Canva Studio) Ini bermula dari sebuah akun anonim (bukan fufufafa, bukan pula Chilli Pari), yang mengirim beberapa sura...

Kegagalan Adalah Kesuksesan yang Tertunda, Emang Iya?

(Image by Pixelci on Canva Studio)

Ini bermula dari sebuah akun anonim (bukan fufufafa, bukan pula Chilli Pari), yang mengirim beberapa surat kaleng pesan teks dengan tendensi merendahkan mengingatkan sehingga membuat saya sedikit berpikir. Salah satu isinya adalah sebuah kalimat bahwa kegagalan merupakan sebuah aib, yang pantas dikasihani hingga bahkan (pantas) menjadi bahan tawa dan olokan. Sebuah bentuk kepedulian ini (akhirnya) menjadi ladang syukur bagi saya karena... bukankah jika saya yang gagal lalu mereka tertawa, sayalah yang justru mendapat pahala karena telah menghibur mereka? Tapi, bukankah kata orang-orang, kegagalan adalah sebuah kesuksesan yang tertunda, ya? 

Sebelum jauh membahas hal ini, saya iseng untuk kembali membuka KBBI (wkwk) guna mencari tahu makna gagal. Di dalam kamus, gagal adalah tidak berhasil; tidak tercapai (maksudnya), tidak jadi. Berarti, kegagalan adalah ketidakberhasilan seseorang dalam mencapai sesuatu yang ditujunya. Kalau begitu, bukankah semua orang di dunia ini pernah gagal dan mungkin akan berlomba menjadi peraih trofi nomor satu sebagai pribadi yang memiliki kegagalan dengan jumlah terbanyak?

Lagi, sebelum jauh membahas siapa sang juara peraih trofi itu, mungkin kita sepakat bahwa "kegagalan" pun ada versi dan tingkatannya. Kita gagal membuat kue untuk camilan, tidak sama dengan gagal membuat kue untuk jualan. Kita gagal mendapat nilai di atas KKM dalam ujian kenaikan kelas, tidak sama dengan gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi. Semua bergantung kebutuhan, tujuan, dan seberapa besar pengaruhnya terhadap keberlangsungan hidup kita (meskipun ujung-ujungnya tetap hidup juga toh meski terseok-seok?). Kalau begini simpulannya, saya yakin, semua manusia di dunia ini adalah juara satu peraih trofi kegagalan terbanyak karena tiap-tiap dari mereka pasti memiliki ujian sesuai versinya. Untukmu ujianmu, untukku ujianku.

Saya kemudian bertanya-tanya, jika kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda, itu bermakna kita akan "sukses" pada waktunya, bukan? Namun, kalau tujuan yang kita capai (sebut saja A) tak pernah kita raih seumur hidup, apakah itu berarti akan dicap sepenuhnya gagal? Apakah ini yang akhirnya muncul sebuah label bahwa gagal merupakan aib atau ketidakberdayaan diri atau kecacatan diri? Tapi, bukankah memang manusia tak lepas dari khilaf~

Seiring berjalannya waktu, menambah pengalaman, juga menambah kegagalan, saya seperti diberi banyak pelajaran dari Allah untuk mengenal istilah lain dari gagal. Saat saya belum atau bahkan tidak berhasil, saya perlahan bisa bergumam, "Oh, mungkin bukan jalannya," atau, "Oh, mungkin bukan takdirnya," atau, "Oh, mungkin bukan jodohnya." Lalu ditutup dengan kalimat, "Pasti ada jalan lain, pilihan lain, yang telah Allah siapkan sebagai jawaban terbaik," meski sambil-bersusah-payah-meyakinkan-diri-sendiri—karena salah satu bagian tersulit dalam menjalani hidup adalah selalu berhusnuzan pada Pemilik kehidupan, bukan? Setelah itu, perlahan belajar untuk (akhirnya) lebih enteng mengucapkan, "Oh, ya udah," meski sebelumnya sempat gedebag-gedebug lebih dulu.

Hal paling penting dari gagal-kegagalan ini adalah ketenangan terhadap sebuah fakta bahwa kegagalan-kegagalan yang kita alami, setidaknya, tidak merugikan orang lain. Toh, kita bukan gagal nyaleg dengan modal uang panas~ Gagal dan sukses dalam tiap-tiap hidup kita pun, berbeda-beda. Seperti pepatah lumrah yang biasa kita dengar, "Kita tidak sedang berlomba dengan orang lain. Hakikatnya, kita berlomba dengan diri sendiri, sedang berjuang untuk menjadi lebih baik daripada kemarin." Untuk lebih menenangkan jiwa raga, mungkin perlu ditambah pepatah, "Kalau orang lain bisa, kenapa harus aku?" Huehehe

Karena kita sedang berjuang (dan senantiasa belajar) untuk menjadi pribadi yang lebih baik daripada pribadi pada hari-hari yang lalu, saat kegagalan itu menyapa, kita (mungkin) bisa lebih ikhlas dan tawakal karena kita telah mengerahkan kemampuan terbaik dalam setiap-semua ikhtiar. Ya, setidaknya, berubah dari pribadi yang jelek banget menjadi jelek aja juga sebuah usaha dalam berhijrah, kan? 

Untungnya, bumi masih berputar. Kegagalan-kegagalan kemarin masih bisa kita rayakan dengan perbaikan diri; kegagalan-kegagalan yang bisa kita tangisi dan tertawakan, lalu lanjut jalani hari. Namun, yang terpenting, semoga kita semua kelak selamat dari kegagalan di akhirat karena di sanalah satu-satunya bukti yang mematahkan kalimat, "Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda." 
Ya Allah, mohon lindungi dan jaga kami selalu.—




Curcolan ini sepenuhnya sebagai pengingat dan penghibur untuk saya saat ini,
juga untuk saya di masa depan.

0 comments: